26 DESEMBER 2004 DENGAN 11 APRIL 2012
BASRI KAMARUDDIN
Taruna Geofisika, Akademi Meteorologi dan Geofisika
ABSTRAK
Gempa Aceh tanggal 11 April 2012 sangat berbeda dengan gempa Aceh tanggal 26 Desember 2004. Gempa tanggal 11 April 2012 terjadi didalam satu lempe
ng tektonik (intraplate) atau biasa disebut gempa outer-rise. Gempa ini termasuk jarang terjadi tetapi lebih berbahaya dari gempa 26 Desember 2004, yang terjadi di zona subduksi atau pertemuan antar lempeng tektonik (interplate). Tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua gempa ini juga berbeda. Gempa 2004 menimbulkan tsunami yang memakan banyak korban sedangkan gempa 2012 walaupun cukup kuat kekuatannya dan cukup berbahaya menurut para ahli tapi tingkat kerusakan yang ditimbulkan sangat kecil. Tulisan ini dibuat untuk sekedar mengupas tentang perbedaan kedua gempa bumi ini.
Kata kunci: outer-rise, zona subduksi.
1. PENDAHULUAN
Secara histografi Indonesia merupakan wilayah langganan gempa bumi dan tsunami. Wilayah Indonesia dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng IndoAustralia dan lempeng Pasifik. Setiap kali lempeng ini bergeser menimbulkan patahan yang menyebabkan gempa bumi. Selanjutnya dapat pula terjadi tumbukan antar lempeng tektonik yang dapat menghasilkan tsunami seperti yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara.
gambar 1.1 Pola tektonik wilayah Indonesia
Pola tektonik wilayah Aceh dikontrol oleh pola tektonik di Samudera Hindia. Samudera Hindia berada di atas lempeng samudera (Indian – Australian Plate), yang bergerak ke utara dengan kecepatan 6–8 cm per tahun. Pergerakan ini menyebabkan Lempeng India – Australia menabrak lempeng benua Eropa – Asia (Eurasian Plate). Di bagian barat, tabrakan ini menghasilkan Pegunungan Himalaya; sedangkan di bagian timur menghasilkan penunjaman (subduction), yang ditandai dengan palung laut Java Trench membentang dari Teluk Benggala, Laut Andaman, selatan Pulau Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, hingga Laut Banda di Maluku.
Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Gambar 1.2 pola tektonik wilayah Sumatera
Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren. Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif, yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor, disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.
Aktivitas kegempaan di Nanggroe Aceh Darussalam bukanlah suatu hal yang luar biasa karena wilayah ini memang berada di jalur gempa. Berdasarkan sejarah kegempaan selama 30 tahun terkahir, telah terjadi 100 kali gempa berskala 5 Skala Richter atau lebih. Pusat gempa terbanyak di sepanjang laut sebelah timur Aceh, 15 kali gempa lebih besar dari 7 skala Richter di laut, dan enam kali di daratan sepanjang patahan Sumatera yang melintasi Aceh. Keseluruhan gempa tersebut dengan ciri kedalaman yang dangkal. Gempa berskala menengah terjadi 27 kali berpusat di sepanjang laut sebelah timur Aceh dan 25 kali di daratan. Sebagian besar gempa-gempa tersebut berkedudukan di laut sekitar Pulau Simeulue dan Bukit Barisan berarah baratdaya-timurlaut dan menerus sampai ke lautan di Andaman dan Birma. Gempa 26 Desember 2004 berskala 9.0 SR dengan pusat gempa berada pada 225 km di selatan Kota Banda Aceh pada kedalaman 9-10 km adalah gempa terbesar yang pernah terjadi di daerah ini.
Gempa Aceh yang akan dibahas pada tulisan ini terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 waktu 00:58:53 GMT(07:58:53 WIB) dengan koordinat 3.316o LU dan 95.854o BT dengan magnitude sebesar 9.1 SR serta pada tanggal 11 April waktu 08:38 GMT (15:38 WIB) dengan koordinat 2.31oLU dan 92.67o BT dengan magnitude sebesar 8.5 SR. Gempa Aceh 26 Desember 2004 menimbulkan kerusakan pada sarana prasarana lain di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kedua gempa ini memiliki tingkat merusak yang berbeda, hal ini yang akan dibahas dalam tulisan ini.
2. PEMBAHASAN
2.1. Gempa Aceh 26 Desember 2004
Gempa ini terjadi pada 26 Desember 2004 pukul 00:58:53 GMT atau waktu lokal 07:58:53 (WIB). Lokasi episentrum gempa adalah di pantai barat Sumatra di sebelah utara Pulau Simeulue pada koordinat 3.316°N, 95.854°E (3°19′N 95°51.24′E), sekitar 160 km barat Sumatra. Pusat gempa berada pada kedalaman 30 km di bawah muka laut rata-rata (semula dilaporkan pada kedalaman 10 km).
Gambar 2.1 peta episenter gempa aceh 26 Desember 2004 (sumber USGS)
Gempa ini dilaporkan berkekuatan (moment magnitude) MW 9.0. Dalam bulan Februari 2005magnitude ini dikoreksi menjadi 9.3. (McKee, 2005 : "Power of tsunami earthquake heavily
underestimated." New Scientist – 9 Februari 2005, hal. 5). Studi yang paling baru dalam tahun 2006 menyebut gempa ini mempunyai kekuatan MW 9.1 – 9.3. Dr. Hiroo Kanamori, ahli gempa terkenal dari California Institute of Technology menyebut gempa ini punya magnitude MW = 9.2. (EERI Publication 2006-06, hal. 14). Selain terutama di Aceh dan Sumatra bagian utara, gempa ini dirasakan sampai sejauh : Bangladesh, India, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura dan Maladewa.
Gempa ini selain menempati posisi gempa berkekuatan terbesar kedua setelah gempa Chili 1960 yang mencapai 9.5 Skala Richter (ujung Skala Richter ada di situ),gempa Aceh menempati peringkat pertama sebagai gempa dengan waktu (durasi) penyesaran yang paling lama yaitu sampai 500-600 detik (10 menit). Dan, gempa ini cukup besar untuk membuat seluruh bola Bumi bergetar dengan amplitude getaran di atas satu cm (Walton, 2005 "Scientists : Sumatra quake longest ever recorded." CNN – 20 Mei 2005). Gempa ini juga telah memicu gempa-gempa lain di seluruh dunia sampai sejauh Alaska (West, Sanches, McNutt, 2005 : "Periodically Triggered Seismicity at Mount Wrangell, Alaska, after the Sumatra Earthquake." Science. Vol. 308, No. 5725, hal. 1144-1146, 20 Mei 2005).
Gempa Aceh telah menimbulkan serangkaian tsunami yang merusak pantai-pantai di Aceh, Sumatra Utara, Sri Lanka, India, Thailand dan negara-negara lainnya dengan tinggi gelombang sampai 30 meter yang menyebabkan kerusakan parah dan kehancuran serta kematian sampai sejauh pantai timur Africa. Korban tewas akibat tsunami ini dilaporkan terjadi di Rooi Els di Afrika Selatan pada jarak 8.000 km dari pusat gempa. Perkiraan awal korban tsunami ini untuk seluruh dunia adalah di atas 275.000 orang, belum termasuk ribuan korban hilang. Tetapi, analisis terbaru menyebutkan total korban tsunami adalah 229. 866 orang (186.983 tewas and 42.883 hilang) (Kantor PBB untuk Tsunami Recovery, 2006). Bencana gempa dan tsunami ini disebut sebagai bencana paling buruk dalam sejarah moderen. Bencana ini juga telah mengundang simpati banyak negara di dunia, terbukti dengan komitmen bantuan sebesar total lebih dari 7,0 milyar dolar Amerika Serikat (Wikipedia, 2006).
Karakteristik Gempa Aceh 26 Desember 2004
Gempa ini juga luar biasa dalam cakupan geografisnya. Diperkirakan sepanjang 1200 km jalur sesar tergeser sekitar 15 meter sepanjang zone penunjaman tempat lempeng samudra Hindia menyusup di bawah lempeng benua Burma (bagian Lempeng Eurasia). Pergeseran sesar tidak terjadi sekonyong-konyong tetapi dalam dua fase selama beberapa menit. Data akustik dan seismograf menunjukkan bahwa fase pertama meliputi pembentukan zone runtuhan sepanjang 400 km dan lebar 100 km, pada kedalaman 30 km di bawah dasar laut. Ini adalah runtuhan terpanjang yang pernah dihasilkan gempa.
Runtuhan berjalan memanjang dengan kecepatan 2,8 km/detik atau 10.000 km/jam. Runtuhan mulai terjadi di lepas pantai Aceh dan maju ke arah baratlaut selama 100 detik sebelum kemudian runtuhan berbelok searah jarum jam ke utara menuju pulau-pulau Andaman dan Nikobar. Saat pembelokan tersebut, runtuhan terhenti sesaat selama 100 detik. Fase kedua yaitu runtuhan ke arah utara ini berjalan dengan kecepatan lebih rendah yaitu 2,1 km/detik atau 7600 km/jam. Lalu runtuhan terus berlanjut ke utara selama lima menit sampai ke batas lempeng tempat penyesaran naik ini berubah menjadi penyesaran mendatar. Perubahan ini mengurangi kecepatan perpindahan massa air di lautan sehingga mengurangi amplitude tsunami yang terjadi di bagian utara Samudra Hindia (Kostel dan Tobin, 2005 : "The Sound of a Distant Rumble: Researchers Track Underwater Noise Generated by December 26 Earthquake." - Lamont-Doherty Earth Observatory, 20 Juli 2005; Wikipedia, 2006).
Gempa susulan dengan magnitudo sampai 6,6 terus terjadi di wilayah ini (lepas pantai pulau-pulau Andaman dan Nikobar) sampai empat bulan setelah gempa utama. Gempa besar lain yang terjadi di sekitar Pulau Nias pada 28 Maret 2005 dengan magnitude 8,7 (MarketWatch, 2005 "8.7 quake jars Sumatra, at least 300 dead." Investors.com.) menimbulkan perdebatan di kalangan para ahli : apakah ini aftershock gempa 26 Desember 2004 ataukah “triggered earthquake” (gempa yang disebabkan oleh gempa sebelumnya) (McKernon, 2005, Science and Engineering at The University of Edinburgh School of Geosciences). Gempa Nias terjadi pada jalur sesar yang sama dengan lokasi gempa 26 Desember 2004.
2.2. GEMPA ACEH 11 APRIL 2012
Gempa Aceh 11 April 2012 dikategorikan sebagai gempa outer-rise karena terletak di luar zona subduksi. Gempa Outer-rise berkorelasi erat dengan tingkat stress (tekanan) pada zona interplate (zona pertemuan lempeng tektonik, dalam hal ini Lempeng Indo-Australia dengan lempeng Sunda). Gempa jenis ini termasuk jarang terjadi, akan tetapi lebih berbahaya daripada kedua jenis gempa yang lain.
Gempa Aceh ini juga memiliki karakteristik sebagai gempa Doublet karena terjadi dua kali gempa dalam waktu dan lokasi yang berdekatan dan berkekuatan yang hampir sama. Seperti yang telah diberitakan, gempa pertama terjadi pada pukul 15:38 WIB dengan kekuatan 8,6 SR (Skala Richter); dan gempa ke dua terjadi pada pukul 17:43 dengan kekuatan 8,1 SR (Skala Richter). Dari data Badan Informasi Geospatial, tsunami tertinggi terjadi di Meulaboh di Aceh bagian utara dengan ketinggian 1,02 meter.
Gambar 2.2 peta episenter gempa Aceh 11 April 2012 (sumber USGS)
Intensitas guncangan gempa outer rise terasa lebih kuat, karena energi yang dilepaskan terakumulasi dalam waktu yang singkat. Gempa Aceh dengan magnitud 8,6 kemarin berkekuatan setara dengan 500.000 kali ledakan bom atom Hiroshima yag dilepaskan secara bersamaan hanya dalam waktu 40 detik. Akibatnya,dampak guncangan terasa sampai wilayah yang lebih jauh. Guncangan Gempa Aceh kemarin dilaporkan terasa sampai di Bangkok. Sebaliknya, Gempa Aceh 26 Desember 2004 yang berkekuatan 9.2 Skala Richter guncangannya hanya terasa sampai di pesisir barat Malaysia. Kejadian Gempa Aceh 11 April 2011 ini termasuk anomali, karena gempa Outer-rise ini biasanya terjadi pada zona "transisi", yaitu zona peralihan dari zona yang terkunci secara kuat (seperti kawasan pesisir barat Sumatera) ke zona yang tidak terkunci atau terkunci secara lemah, seperti kawasan di selatan Nusatenggara. Sebagai contoh adalah gempa di selatan Sumba tgl. 19 Agustus 1977 (8,3 Skala Richter) dan gempa di selatan Jawa tgl. 26 Juni 2007 (6,0 Skala Richter).
Sementara itu, Gempa Aceh kemarin terjadi pada zona yang terkunci secara kuat. Peristiwa memang dapat saja terjadi, antara lain jika sebelumnya terpicu oleh gempa megathrustyang besar. Apabila asumsi ini, maka gempa outer-rise 11 April 2012 ini merupakan rentetan dari gempa megathrust 26 Desember 2004. Namun, hal ini masih memerlukan analisa lebih lanjut, mengingat mekanisme gempa 11 April 2012 yang didominasi oleh komponen horizontal (strike-slip), sementara gempa 26 Desember 2004 didominasi oleh komponen vertikal (thrust fault).
Kejadian gempa Doublet (dua gempa yang terjadi dengan perbedaan kekuatan tidak lebih dari 0.2 unit atau jarak antar titik pusat tidak lebih dari 100 km atau terjadi dalam waktu yang berdekatan) juga pernah beberapa kali terjadi di Indonesia. Gempa Papua 3 Januari 2009 dengan kekuatan 7,6 dan 7.4 Skala Richter berbeda 3 jam antar kejadian. Gempa Bengkulu 12 September 2007 dengan kekuatan 8,4 and 7,9 Skala Richter berselang 12 jam antar kejadian. Gempa Aceh 11 April 2012 dengan kekuatan 8,6 dan 8,2 Skala Richter terjadi dalam selisih waktu 2 jam.
Karakteristik Gempa Aceh 11 April 2012
Gempa Outer-rise 11 April 2012 di sebelah barat Aceh ini mempunyai mekanisme geser (strike-slip) dimana komponen horizontal yang dominan, sehingga tidak membangkitkan gelombang tsunami yang besar. Berbeda dengan kejadian gempa Outer-rise 19 Agustus 1977 di selatan Sumba dengan mekanime patahan turun (normal-fault) yang membangkitkan tsunami dan menelan korban 189 jiwa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dampak negatif dari gempa Outer-rise yang jarang terjadi ini lebih lengkap yaitu guncangan yang lebih keras dengan jangkauan yang lebih jauh. Apabila mekanisme gempanya didominasi oleh komponen vertikal (dip-slip), maka potensi tsunami juga sangat besar. Berdasarkan sistem kegempaan di kawasan barat Sumatera, pelepasan energi melalui gempa outer-rise 11 April 2012 ini tidak berarti mengurangi potensi pelepasan energi besar di segmen Mentawai yang selama ini diwaspadai. Oleh karena itu, pemantauan dan penelitian terhadap fenomena gempa di kawasan ini tetap harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Perilaku gempa Outer-rise ini dapat berdampak regional. Akibatnya, negara-negara tetangga Indonesia, yang notabene bukan negara pusat gempa, memberikan perhatian lebih besar dengan mendirikan lembaga-lembaga penelitian baru. Bagi Indonesia, peristiwa gempa outer-rise ini hendaknya makin meningkatkan upaya-upaya mitigasi bencana karena memang kita 'kaya' akan jenis-jenis gempa yang merusak, dan akhir-akhir ini makin sering terjadi.
3. PERBEDAAN GEMPA ACEH 26 DESEMBER 2004 DENGAN 11 APRIL 2012
Dari penjelasan yang diberikan ahli gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman, serta pakar kelautan dan tsunami, Gegar Prasetya, ada perbedaan antara gempa tahun 2004 dan gempa 11 April 2012.
3.1.Pusat Mekanisme
Perbedaan utama adalah pusat mekanisme gempanya atau mekanisme pelepasan energi. “Gempa kali ini berbeda dengan tahun 2004. Yang terjadi kali ini adalah strike slip, perubahan secara vertikalnya kecil. Pergerakan antarlempeng yang terjadi hanya pergeseran mendatar,” tutur pakar kelautan dan tsunami, Gegar Prasetya, dari Bandung, Rabu (11/4). ”Sesar ini bergeser pada arah utara-selatan,” tambahnya.
Danny menambahkan, pusat gempa berada pada transform fault, yakni sesar yang berada pada tepi lempeng samudra. Saat gempa kemarin, pergerakannya horizontal. Pergeseran pada transform fault tersebut terjadi karena ada desakan dari pergerakan Lempeng (Samudra) Hindia. Dia mengatakan, Lempeng Hindia yang bergerak memutar searah jarum jam inilah yang menyebabkan terjadi pergerakan pada transform fault. “Sebenarnya transform fault tersebut sudah tidak aktif lagi. Tetapi, pergerakan Lempeng Hindia yang memutar searah jarum jam tersebut telah mereaktivasi sesar tadi,” ujar Danny. Ia menambahkan, “Sesar tersebut sebenarnya sudah mati. Sesar tersebut merupakan sisa- sisa dari lempeng tektonik purba.”
Menurut Danny Hilman, di wilayah barat Sumatera sering terjadi gempa karena berada di sepanjang jalur tumbukan dua lempeng bumi, yaitu antara Lempeng (Samudra) Hindia dan Lempeng Eurasia yang merupakan lempeng benua. Lempeng Hindia bergerak menunjam ke bawah (benua) Sumatera. Sumatera dan busur kepulauan di bagian baratnya adalah bagian dari Lempeng Eurasia. Lempeng Hindia menunjam di bawah Sumatera dengan kecepatan 50 cm-60 cm per tahun dengan kemiringan dari zona penunjamannya sekitar 12 derajat. Batas antara lempeng yang menunjam dan massa batuan di atasnya disebut sebagai bidang kontak dari zona penunjaman atau disebut juga sebagai bidang zona subduksi.
3.2.Syarat Tak Terpenuhi
Ketika gempa berskala besar, yang nyaris sama dengan gempa tahun 2004, tsunami yang ditakutkan warga tak terjadi. Rupanya, syarat terjadinya tsunami tak terpenuhi. Syarat-syarat tersebut antara lain: kekuatan gempa lebih besar dari 7 skala Richter, kedalaman pusat gempa kurang dari 70 kilometer, dan terjadi pergeseran vertikal. Syarat pertama dan kedua terpenuhi, tetapi syarat terjadinya pergerakan atau pergeseran vertikal tak terpenuhi. Mengapa?
Seperti diungkapkan Gegar, kejadian gempa kemarin akan berdampak berbeda jika pusat gempa terdapat di zona subduksi. ”Kalau terjadi di zona subduksi, akan terjadi pergeseran vertikal karena di zona tersebut terdapat daerah tunjaman sehingga energinya mengarah vertikal,” katanya. Menurut dia, jika itu yang terjadi, Aceh bisa diterjang tsunami lagi.
Yang terjadi, menurut Gegar, pusat gempa berada pada punggungan samudra-pegunungan yang terbentuk dari magma yang keluar dari rekahan lempeng samudra. ”Jadi terjadi di ’belakang’ zona subduksi atau di outerise yang jauh dari zona subduksi. Saya takutkan kalau itu terjadi di ’depan’ zona subduksi,” kata Gegar. Ia menambahkan, gempa serupa, yaitu gempa outerise (di luar zona subduksi), terjadi pada tahun 2010 di Aceh. Gempa waktu itu berkekuatan 7,3 skala Richter.
Bagian zona subduksi, dari palung (tempat masuknya lempeng samudra ke lempeng benua) sampai kedalaman sekitar 40 km, pada umumnya mempunyai sifat regas (elastik) dan batas kedua lempeng ini di beberapa tempat terekat erat. Karena itu, dorongan terus-menerus dari Lempeng Hindia bisa mengakibatkan terjadi akumulasi energi.
Bidang kontak zona subduksi dangkal ini biasa disebut megathrust (mega-patahan naik yang berkemiringan landai). Inilah yang menjadi sumber gempa bumi di lepas pantai barat Sumatera, termasuk gempa yang terjadi pada 26 Desember 2004. Danny mengatakan, ”Gempa kali ini terjadi di luar zona patahan, tetapi terjadi di bidang Lempeng Hindia. Potensi tsunami tidak besar di sini. Yang kami khawatirkan kalau gempa terjadi di bidang subduksi dan itu mungkin sekali terjadi.”
Sementara itu, kekuatan gempa tahun 2004 dan kemarin lebih kurang sama. Hal tersebut disebabkan karena faktor yang memengaruhinya pun sama sebab terjadi pada kerak bumi yang memiliki kekekaran tinggi. ”Intensitas gempa dipengaruhi rigiditas (kekekaran) kerak bumi. Semakin tinggi rigiditasnya, semakin besar intensitasnya karena akan mendadak patah,” tutur Gegar. Gempa yang terjadi kemarin, tambahnya, sudah pasti akan memicu sistem lainnya yang berada di dekatnya. ”Itu terjadi di Samoa tahun 2009. Gempa outerise waktu itu memicu zona subduksi di dekatnya, hanya dalam beberapa menit. Tadi kami juga sempat panik,” ujarnya.
4. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kedua gempa bumi di Aceh tanggal 26 Desember 2004 dengan 11 April 2012 terdapat beberapa perbedaan karakteristik. Gempa 26 Desember 2004 merupakan gempa megathrust karena posisi lokasi pusat gempanya berada pada pertemuan dua lempeng (zona subsuksi) dan mekanisme pergerakan antar lempengnya merupakan gerakan vertikal yang menyebabkan tsunami serta memicu terjadinya gempa-gempa lain diseluruh dunia smapai sejauh Alaska. Gempa 11 April 2012 merupakan gempa outer-rise karena terletak didalam patahan satu lempeng tektonik yang berkaitan erat dengan tingkat stress (tekanan) pada zona interplate (zona pertemuan lempeng tektonik, dalam hal ini Lempeng Indo-Australia dengan lempeng Sunda).
Gempa jenis outer-rise ini termasuk jarang terjadi, akan tetapi lebih berbahaya daripada kedua jenis gempa yang lain. Intensitas gempa outer-rise ini setara dengan dengan 500.000 kali ledakan bom atom Hiroshima yang dilepaskan secara bersamaan hanya dalam waktu 40 detik. Akibatnya,dampak guncangan terasa sampai wilayah yang lebih jauh. Guncangan Gempa Aceh kemarin dilaporkan terasa sampai di Bangkok. Sebaliknya, Gempa Aceh 26 Desember 2004 guncangannya hanya terasa sampai di pesisir barat Malaysia.
Gempa 11 April 2012 ini juga memiliki karakteristik sebagai gempa Doublet karena terjadi dua kali gempa dalam waktu dan lokasi yang berdekatan dan berkekuatan yang hampir sama. Gempa 11 April 2012 ini juga diasumsikan terjadi karena dipicu oleh gempa megathrust 26 Desember 2004 namun masih perlu diteliti lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
http://earthquake.usgs.gov diakses pada tanggal 19 mei 2012
http://gempapadang.wordpress.com/2011/02/15/mengapa-sumbar-rawan-gempa/ diakses pada tanggal 19 Mei 2012
http://nasional.vivanews.com/news/read/308732-digoyang-3-gempa--warga-aceh-sudah-terbiasa diakses pada tanggal 19 Mei 2012
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-11417-Chapter1.pdf diakses pada tanggal 18 Mei 2012
http://piba.tdmrc.org/content/pola-tektonik diakses pada tanggal 18 Mei 2012
http://inatews.bmkg.go.id/tentang_eq.php diakses pada tanggal 18 Mei 2012
h.1asphost.com/jenggot/Gempa%20Aceh.pdf diakses pada tanggal 17 Mei 2012
http://www.bppt.go.id/index.php/lain-lain/62-teknologi-kelautan-dan-kedirgantaraan/1066-catatan-tentang-gempa-aceh-11-april-2012 diakses pada tanggal 17 Mei 2012
http://cetak.kompas.com/read/2012/04/12/04263342/sama-sama.besar.berbeda.dampak diakses pada tanggal 17 Mei 2012
0 komentar:
Posting Komentar