Jumat, 21 September 2012

Metode earthquake prediction

1. Perubahan Vp/Vs dan parameter lainnya 


Beberapa perubahan dapat dipakai sebagai precursor gempabumi. Telah dijelaskan diatas bahwa dari hasil eksperimen di laboratorium suatu batuan yang diberi gaya secara terus menerus suatu waktu akan patah. Sebelum batuan patah ternyata disekitar fokus patahan sebelumnya mengalami perubahan stress dan strain. Demikian pula pada kejadian gempabumi, lokasi disekitar hiposenter juga akan terjadi perubahan tegangan dan regangan, hal ini disebabkan karena terjadinya penumpukan / akumulasi energi sebelum dilepaskan menjadi gelombang seismik.

Dari teori yang telah dibahas pada bab-bab terdahulu bahwa stress dan strain terkait dengan perbandingan perubahan kecepatan gelombang primer (Vp) dan kecepatan gelombang skunder (Vs) atau Vp/Vs. Dalam kejadian gempabumi perubahan Vp/ Vs dapat diamati dan secara empiris biasa dihitung dengan menggunakan diagram Wadati yang telah dibahas pada bab terdahulu.

Dengan keterbatasan peralatan pengamatan stress dan strain di lapangan, penelitian di Indonesia tentang prediksi gempa masih dapat dilakukan dengan mengamati parameter ini.

Untuk mengamati perubahan Vp/Vs parameter yang diperlukan adalah perbedaan waktu datang gelombang s dan p atau (s-p) dan waktu tiba gelombang p kedua parameter ini tidak sulit di lakukan di stasiun pengamat gempabumi. Penelitian ini pernah dilakukan dengan menghitung kembali perubahan Vp/Vs sebelum terjadi gempa Ambon pada akhir tahun 1996 dengan magnitude  sekitar 5,5 (Subardjo, 1998), ternyata mengalami perubahan Vp/Vs yang signifikan.

Penelitian yang sama telah dilakukan sebelumnya oleh Feng (1977), dia meneliti gempabumi Hsinfeng – Cina yang terjadi pada tanggal 19 Maret 1962 dengan magnitude 6,1 selama 11 bulan sebelumnya dan telah terjadi perubahan Vp/Vs sebesar – 11 %. Kemudian Sekiya (1977) juga melakukan hal yang sama pada gempa Kepulauan Izu – Jepang selama 11 tahun, sebelum terjadi gempa dengan magnitude 6,9 telah terjadi perubahan nilai Vp/Vs sebesar – 5%.

2. Perubahan Medan Magnet dan Resistivitas:

Medan magnet bumi menunjukkan perubahan sebelum dan sampai waktu terjadi gempabumi.  Sedangkan harga resistivitas listrik batuan umumnya menurun pada saat terjadi gempabumi dan kemudian kembali normal.

3. Air Tanah:

Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa ketinggian dan temperatur air tanah naik sebelum terjadi gempabumi. Gordon mencatat kenaikan setinggi 2,9 cm pada sumur berjarak 110 km dari pusat gempabumi 1,5 jam sebelum gempabumi dengan magnitude 6,9 terjadi di Meckering tahun 1968.

4. Perubahan Radon:

Hasil pengamatan di beberapa tempat menunjukkan jumlah radio aktif radon bertambah dengan tajam sebelum terjadi gempa dan kemudian menurun secara cepat setelah gempabumi berakhir.

5.Gempa Mikro:

Gempa mikro yang banyak terdapat di daerah seismik aktif dapat dipakai sebagai indikasi akan terjadinya gempa utama. Pada umumnya aktivitas gempa mikro bertambah pada saat gempa utama akan terjadi.

6. Migrasi:

Pada tahun 1976 terjadi migrasi pusat gempa sepanjang jalur Mediteran berasal dari Itali dengan magnitude 6,9 merambat ke Ionian Yunani (6,7), Rusia (7,3), RRC (7,0), Mindoro (6,9), Sumatra (7,1), dan berakhir di Irian dengan magnitude 7,3.

Berikutnya deretan kejadian gempabumi terjadi tahun 1982 yang dimulai dari Atlantik Utara dengan kekuatan 6,0 bermigrasi ke Spanyol, Itali (6,1), Yunani (6,8), Iran (7,1), Todzhik (6,9), dan Burma dengan magnitude 6,4.

7. Injeksi Air:

Air yang dimasukkan kedalam tanah dapat mempengaruhi kegiatan gempa di daerah tersebut. Injeksi air sedalam 3800 meter di Colorado telah memicu terjadinya beberapa gempabumi. Hasil penelitian di daerah bendungan Saguling menunjukkan kenaikan aktivitas gempa mikro setelah pengisian air dibanding sebelumnya.

8. Ledakan Nuklir:

Ledakan nuklir yang diadakan di bawah permukaan bumi tercatat menimbulkan gempa-gempa susulan. Seismograf selain dapat menentukan lokasi dan kekuatan ledakan nuklir, juga pernah digunakan oleh Israel untuk mendeteksi mobilisasi tentara Arab dalam perang Arab-Israel tahun 1967.

Magnitudo Gempa Bumi

Konsep “Magnitude Gempabumi” sebagai skala kekuatan relatif hasil dari pengukuran fase amplitude dikemukakan pertama kali oleh K. Wadati dan    C. Richter sekitar tahun 1930 (Lay. T and Wallace. T.C,1995).
Kekuatan gempabumi dinyatakan dengan besaran Magnitude dalam skala logaritma basis 10. Suatu harga Magnitude diperoleh sebagai hasil analisis tipe gelombang seismik tertentu (berupa rekaman getaran tanah yang tercatat paling besar) dengan memperhitungkan koreksi jarak stasiun pencatat ke episenter.
Dewasa ini terdapat empat jenis Magnitude yang umum digunakan (Lay. T and Wallace. T.C, 1995) yaitu : Magnitude lokal, Magnitude bodi, Magnitude permukaan dan Magnitude momen.


1.1. Magnitude Lokal (ML)

Magnitude lokal (ML) pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun 1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di daerahCalifornia yang direkam oleh Seismograf Woods-Anderson. Menurutnya dengan mengetahui jarak episenter ke seismograf dan mengukur amplitude maksimum dari sinyal yang tercatat di seismograf maka dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui besarnya gempabumi yang terjadi. (USGS, 2002)

Magnitude lokal mempunyai rumus empiris sebagai berikut :

ML = log a + 3 log D - 2.92………………………………………(4.1-1)

Dengan a = amplitude getaran tanah (mm), D = jarak Stasiun pencatat ke sumber gempabumi (km) dengan D   600 km.

Saat ini penggunaan ML sangat jarang karena pemakaian seismograf Woods-Anderson yang tidak umum. Selain itu penggunaan kejadian gempabumi yang terbatas pada wilayah California dalam menurunkan persamaan empiris membuat jenis magnitude ini paling tepat digunakan untuk daerah tersebut saja. Karena itu dikembangkan jenis magnitude yang lebih tepat untuk penggunaan yang lebih luas dan umum.


1.2. Magnitude Bodi  (mb)

Terbatasnya penggunaan magnitude lokal untuk jarak tertentu membuat dikembangkannya tipe magnitude yang bisa digunakan secara luas. Salah satunya adalah mb atau magnitude bodi (Body-Wave Magnitude). Magnitude ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam bumi (Lay. T and Wallace.T.C. 1995). Secara umum dirumuskan dengan persamaan :

mb = log ( a / T ) + Q ( h,D )………………………….(4.1-2)

Dengan a = amplitudo getaran (mm), T = periode getaran (detik) dan Q ( h,D ) =  koreksi jarak D dan kedalaman h yang didapatkan dari pendekatan empiris.

1.3. Magnitude Permukaan  (Ms)

Selain Magnitude bodi dikembangkan pula Ms, Magnitude permukaan (Surface-wave Magnitude). Magnitude tipe ini didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap gelombang permukaan (surface waves). Untuk jarak D> 600 km seismogram periode panjang (long-period seismogram) dari gempabumi dangkal didominasi oleh gelombang permukaan. Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik. Amplitude gelombang permukaan sangat tergantung pada jarak D dan kedalaman sumber gempa h. Gempabumi dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan, karena itu persamaan Ms tidak memerlukan koreksi kedalaman. Magnitude permukaan mempunyai bentuk rumus sbb:

Ms = log a + a log D + b……………………………(4.1-3)

Dengan a = amplitude maksimum dari pergeseran tanah horisontal pada periode 20 detik, D = Jarak (km), a dan b adalah koefisien dan konstanta yang didapatkan dengan pendekatan empiris. Persamaan ini digunakan hanya untuk gempa dengan kedalaman sekitar 60 km. Hubungan antara Ms dan mb dapat dinyatakan dalam persamaan :

mb = 2.5 + 0.63 Ms ………………………………..(4.1-4)
atau         Ms = 1.59 mb – 3.97…………………………..……(4.1-5)

1.4. Magnitude Momen (Mw)

Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar ke permukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalarannya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai ke stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempabumi di hiposenter.

Berdasarkan Teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik (seismic moment). Momen seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempabumi yang direkam di stasiun pencatat khususnya dengan seismograf periode bebas (broadband seismograph).

   Mo = µ D A  …………………………………………….(4.1-6)
Dengan  Mo = momen seismik, µ = rigiditas, D = pergeseran rata-rata bidang sesar, A = area sesar.
Secara empiris hubungan antara momen seismik dan magnitude permukaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

log Mo = 1.5 Ms + 16.1 …………………………………(4.1-7)

Ms = magnitude permukaan (Skala Richter)  Kanamori (1997) dan Lay. T and Wallace. T. C, (1995) memperkenalkan Magnitude momen (moment magnitude) yaitu suatu tipe magnitude yang berkaitan dengan momen seismik namun tidak bergantung dari besarnya magnitude permukaan :

Mw = ( log Mo / 1.5 ) – 10.73  …………………………..(4.1-8)

Dengan Mw = magnitude momen, Mo = momen seismik.
Meskipun dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di sumber gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitude momen lebih komplek dibandingkan pengukuran magnitude ML, Ms dan mb. Karena itu penggunaannya juga lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitude lainnya (Lay. T and Wallace. T. C, 1995).

1.5. Magnitude Yang Digunakan BMG

Menurut Tajib. S, (1986) pengamatan gempabumi di Indonesia berawal pada tahun 1898 saat pemerintah Hindia Belanda mengoperasikan seismograf mekanik Ewing di Jakarta. Kemudian tahun 1908 dipasang seismograf Wiechert komponen horizontal, yang pada tahun 1928 dilengkapi dengan seismograf Wiechert komponen vertical. Pemasangan kedua jenis seismograf tersebut dilakukan di beberapa kota yaitu JakartaMedan, Bengkulu dan Ambon.

Dengan adanya seismograf telah dilakukan pemantauan gempabumi meskipun dengan tingkat keakuratan rendah jika dibandingkan saat ini. Pada masa pendudukan Jepang beberapa seismograf yang rusak akibat peperangan mengalami perbaikan sehingga dapat beroperasi kembali.

Pada tahun 1953 seismograf elektromagnetik Sprengnether dipasang di Lembang, yang disusul dengan pemasangan seismograf yang sama di Medan, Tangerang, Denpasar, Makasar, Kupang, Jayapura, Manado dan Ambon, sehingga pada tahun 1975 Indonesia memiliki jaringan seismograf Sprengnether tiga komponen. Bersamaan dengan hal itu, sekitar tahun 1960 seismologi dan teknologi mengalami perkembangan yang besar disertai dengan beroperasinya stasiun WWSSN (World Wide Standard Seismograph Net work) di seluruh dunia salah satunya dipasang di Lembang tahun 1963, sehingga kelengkapan dan keakuratan penghitungan parameter gempabumi meningkat pesat.

Perkembangan ini tentu saja mempengaruhi kelengkapan data gempabumi merusak. Jika sebelum tahun 1960 catatan yang ada hanya memberikan informasi mengenai waktu gempabumi dirasakan di suatu tempat dan Intensitasnya di tempat tersebut, maka pada catatan kejadian gempabumi tahun-tahun berikutnya menjadi lebih lengkap dengan adanya keterangan mengenai lokasi episenter, kedalaman dan Magnitude. Magnitude yang digunakan adalah jenis Magnitude bodi (mb).

Pada tahun 1975-1979 UNESCO mengadakan proyek pengembangan seismologi di Indonesia yang antara lain meliputi standarisasi seismograf dan proses pengolahan data gempabumi, serta pengembangan jaringan pemantau. Sejak tahun 1975 jenis magnitude yang digunakan adalah Magnitude Lokal (ML). ML ditentukan berdasarkan pembacaan jarak episenter, sinyal dan magnifikasi alat.        

Mulai Februari 1996 dalam proses penentuan parameter gempabumi, Pusat Gempa Nasional (PGN)-BMG menggunakan perangkat lunak ARTDAS (Automatic Real Time Data Acquisition System) yang dioperasikan dengan perangkat keras SUN Work station. Sejak saat itu PGN-BMG menggunakan tiga macam magnitude untuk menyatakan kekuatan gempabumi secara instrumental. Ketiga magnitude tersebut adalah Magnitude Lokal (ML), Magnitude bodi (mb) dan Magnitude durasi (MD).

1.6. Magnitude Durasi (MD)  

Menurut Lee dan Stewart, (1981) sejak tahun 1972, studi mengenai kekuatan gempabumi dikembangkan pada penggunaan durasi sinyal gempabumi untuk menghitung magnitude bagi kejadian gempa lokal, diantaranya oleh Hori (1973), Real dan Teng (1973), Herrman (1975), Bakum dan Lindh (1977), Gricom dan Arabasz (1979), Johnson (1979) dan Suteau dan Whitcomb (1979). Maka diperkenalkan Magnitude Durasi (Duration Magnitude) yang merupakan fungsi dari total durasi sinyal seismik. (Massinon, B, 1986). Magnitudo Durasi (MD) untuk suatu stasiun pengamat persamaannya adalah :
MD = a1 + a2 log t + a3D + a4 h…………………….(4.1-8)
Dengan MD = magnitudo durasi, t = durasi sinyal (detik), D = jarak episenter (km), h = kedalaman hiposenter (km) dan a1,a2,a3, dan a4 adalah konstante empiris.
Magnitude durasi sangat berguna dalam kasus sinyal yang sangat besar amplitudenya (off-scale) yang mengaburkan jangkauan dinamis sistem pencatat sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan apabila dilakukan estimasi menggunakan ML (Massinon. B, 1986).


(sumber : buku pengetahuan seismologi SuBardjo and  Gunawan Ibrahim - BMKG)

Energi Gempa Bumi

Bentuk energi yang dilepaskan saat terjadinya gempabumi antara lain adalah energi deformasi gelombang. Energi deformasi dapat dilihat pada perubahan bentuk volume sesudah terjadinya gempa bumi, seperti misalnya tanah naik, tanah turun, pergeseran batuan, dan lain-lain. Sedangkan energi gelombang akan menggetarkan medium elastis disekitarnya dan akan menjalar ke segala arah.

Pemancaran energi gempa bumi dapat besar ataupun kecil, hal ini tergantung dari karakteristik batuan yang ada dan besarnya stress yang dikandung oleh suatu batuan pada suatu daerah. Pada suatu batuan yang rapuh ( batuan yang heterogen ), stress yang dikandung tidak besar karena langsung dilepaskan melalui terjadinya gempa gempa-gempa kecil yang banyak. Sedangkan untuk batuan yang lebih kuat ( batuan yang homogen ), gempa kecil tidak terjadi        ( jarang terjadi ) sehingga stress yang dikandung sangat besar dan pada suatu saat batuannya tidak mampu lagi menahan stress, maka akan terjadi gempa dengan magnitude yang besar.


Dengan kata lain untuk batuan yang lebih rapuh ( heterogen ), energi yang dikumpulkan tidak terlalu besar karena langsung dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik, sedangkan untuk batuan yang lebih kuat, energinya akan dikumpulkan dalam waktu relatif lebih lama sehingga pada saat dilepaskan (karena batuan sudah tidak mampu lagi menahan stress), energinya sudah terkumpul banyak dan gempabumi yang terjadi akan lebih besar.

Energi gempa bumi dapat ditaksir dari pengamatan makroseismik, tetapi biasanya tidak diperoleh hasil yang memadai. Gelombang seismik merupakan bentuk energi yang paling mudah dideteksi yaitu dengan cara pencatatan pada alat. Dengan menggunakan data ini kita dapat menaksir energi gempabumi yang memadai. Ukuran besarnya energi gempabumi ditentukan dengan hasil catatan amplitudo gelombang seismik yang dinyatakan dengan istilah Magnitude gempabumi.

Penentuan magnitude baik menggunakan gelombang bodi ( mb ), maupun gelombang permukaan ( Ms ) tidak menunjukan skala yang sama. Secara historis ML, Ms, dan mb dimaksudkan untuk mendapatkan titik temu satu sama lain, akan tetapi pada kenyataannya penentuan secara terpisah menggambarkan ketidak setaraan terutama antara mb dan Ms.

Gutenberg dan Richter ( 1956 ) memperoleh hubungan antara Ms dan mb, sebagai mana terlihat pada persamaan (4.1-4). Kemudian Bath, pada tahun yang sama menyatakan bahwa:

mb = 0,61 Ms + 2,7..………………..(4.3-1)

Sedangkan Karnik, Venek, dan Zatopek pada tahun 1957 menyatakan bahwa hubungan antara kedua magnitude itu sama dengan yang dibuat oleh Bath.


Bertolak dari kenyataan diatas, maka  Gutenberg membuat penyeragaman dari nilai magnitude yang dikenal dengan  Unitied Magnitude sebagai rata-rata dari nilai mb dan Ms. Dengan nilai magnitude tersebut diperoleh hubungan antara energi terhadap magnitude sebagai berikut:

log E = 5,8 + 2,4 M……………(4.3-2)

Dimana, E adalah  energi di pusat gempa, dalam satuan erg dan M adalah magnitude.
Sedangkan rumusan energi secara terpisah yang disepakati secara Internasional dipilih rumusan dari Bath, yang dinyatakan untuk mb dan Ms berturut-turut sebagi berikut:

log E = 5,78 + 2,48 mb ……………..(4.3-3)

log E = 12,24 + 1,44 Ms ……..…….(4.3-4)

Perlu pula dijelaskan disini bahwa rumusan yang asli dari Gutenberg dan Richter ( 1942 ) adalah :

log E = 11,3 + 1,8 Ms….…………..(4.3-5)


Step-step Mencari Epicenter Gempa Bumi dengan Metode Gerak Partikel

Berikut ini penulis emncoba share mengenai step-step mencari epicenter gempa bumi dengan metode gerak partikel. Sebelumnya, hal yang perlu dipahami adalah metode gerak partikel ini adalah metode penentuan epicenter dari 1 stasiun dengan 3 komponen, yaitu komponen vertikal, komponen horisontal E-W, komponen horisontal N-S.

Dan berikut ini step-stepnya. Cekidot :

1) Tentuin arah impuls awal ketiga komponen (apakah kompresi C ataukah dilatasi D)

2) Tentuin nilai 1/2 amplitudo awalnya? Caranya? Ukur aja dengan penggaris ^^

3) Tentuin nilai d dari nilai (s-p) nya.

Untuk gempa dekat (ts-p < 8 detik), maka rumus yang digunakan adalah d=(s-p)*k dimana k adalah konstanta omori, anggap aja besar konstanta omori ini 8 m/s

Untuk gempa tele (ts-p > 8 detik), maka rumusan d yang digunakan adalah d=[(s-p)-2]*10

4) Tentuin tanda (+) atau (-) nya --> intinya dilihat dari komponen Z nya dulu

     Komponen Z                                        Komponen H
     ------------------------------------------------------
     Kompresi (+)                                        Kompresi (-)
                                                                  Dilatasi (+)

     Dilatasi (-)                                             Kompresi (+)
                                                                  Dilatasi (-)

5) Cari vektor resultan komponen horisontal
     AH = (Aew^2 + Ans^2)^0.5
     tan (teta) = Aew/ Ans

6) Cari vektor resultan komponen vertikal
     AR = (AH^2 + AZ^2)^0.5
    tan i = AH/AV

7) Mencari kedalaman sumber
    h = d*cos i

8) Mencari koordinat epicenter
    Mula-mula cari dulu jarak epicenter dengan rumus dH = sqrt(d^2 - h^2)
    (delta) x = dH*sin (teta)
    (delta) y = dH*cos (teta)

     Maka, lintang epic = lintang stasiun +- (delta) y
                bujur epic = bujur stasiun  +- (delta) x

Catatan : Tanda +- didapat dari arah Aew dan Ans; jadi nanti digambar aja pada bidang cartesius dan dikira-kira, jadi dalam perhitungan sudut anggap semuanya positif.

Selesai, selamat mencoba :)
by : Angga Vertika Diansari 

Kamis, 20 September 2012

Akademi Meteorologi dan Geofisika ~Jakarta~ First Experience of Geophysical Surveys


Survei makroseismik pertama yang saya lakukan sebelum menjadi seorang seismologist (Asik..)
Eeemm.. gima yah bilangnya,..?! hehehe

Kemarin waktu hari jum'at 14 Spetember 2012 kami (saya dan teman satu jurusan saya Geof45) berangkat ke bogor, survei geofisika (hanya makroseismik, mikroseismiknya simulasi saja) untuk gempa bogor yang terjadi pada tanggal 9 September 2012 lalu.

Duuh, itu benar-benar survei yang sangat mendadak bagi saya dan teman-teman. Bagaimana tidak kami diberitahu dosen kurang dari 24 jam sebelum berangkat. Semua persiapan ga mateng, kelupa'an ini, kelupa'an itu. Ujung-ujung dapat teguran deh dari dosen (Eemm dapet mines gak ya nilainya..hahaha). Iya, ini survei dinilai karena dijadikan PKL buat kami.

Sempat kesel sih sama dosen,
"Ini apa-apaan sih, kita disuruh turun ke lapangan mendadak gini?"
"Ya iyalah banyak kekurangan, lah ngasih kabarnya mendadak banget."
"Duh Pak kita baru pertama kali turun ke lapangan, jadi wajar donk!"
Atau "Ga bisa gitu dong Pak, mereka kan udah tau jauh-jauh hari kalau bakalan ke lapangan." karena sang dosen ngebandingin kita dengan PKL angkatan sebelumnya yang terdesain dengan baik.

Tapi, dipikir lagi memang harusnya begitu. Iya, karena kalau sudah benar-benar kerja sebagai ahli gempa *Assiiikk* kita akan sangat sering menghadapi hal seperti itu.
Ya gimana tidak, kalo ada gempa merusak mau ga mau harus turun ke lapangan jika ditugaskan.

Saat melakukan survei makroseismik dan langsung melihat sendiri keadaan bangunan warga bogor (Cibunian-Pamijahan) yang rusak parah, tragis banget, dengan gempa berkekuatan 4.8 SR banyak rumah ambruk bahkan ada yang rata sama tanah. Aneh? semestinya tidak, mengingat perkampungan tersebut tepat di atas pusat gempa.


Duuuuhh, survei pertama. emang bener-bener ya, Sesuatu.. Hahaha

Udah di lapangan, ternyata data yang kita cari masih kurang. Kurang banget malah. Dosen jadi bingung sendiri, kelimpungan ngejelasin apa yang harus kita lakukan karena melihat wajah-wajah memelas minta bantuan (hahahaa..). Tapi tetep ga menguras semangat kita untuk survei.
Kita jelajahi perkampungan yang trjejer di lereng-lereng bukit itu untuk mendapatkan informasi.


Terlepas dari survei kita yang serba seadanya,...
Pasti ada pesan yang ingin Allah sampaikan melalui sebuah musibah.
Itu yang selalu saya ingat dari sebuah musibah, walau kadang sulit mengartikannya.

Di sana, banyak sekali rumah yang ambruk. Warga pada mengungsi ke rumah keluarga atau tetangga yang rumahnya masih bisa di huni.
Entahlah apa yang bisa saya simpulkan dari apa yang saya lihat.

Saya hanya bisa menarik kesimpulan untuk saya sendiri.
Bahwa, Allah sudah memberikan peringatan buat saya.

Saya baru menyadari, ternyata tingkat kepedulian sosial saya masih sangatsangatsangat kurang.
Saya sudah tahu sedari awal bahwa akan survei ke daerah bencana. Tapi saya tidak menyiapkan apapun yang bisa saya hibahkan untuk para korban.
Saya masih terlalu banyak memikirkan perut sendiri.

Oh betapa lembutnya cara Allah memberitahu kesalaha ku.
Semoga kelak tingkat kepedulian ku lebih bertambah...Amin yra

Kok nyambungnya ke situ sih.. gapapa ya...hehehe
semoga bisa menjadi pengingat juga buat teman-teman. ^__^

Belum bisa nulis banyak, Maaf ya, masih kecapean baru pulang tadi siang..hehehe

Semoga ada yang bisa di petik... :-

yesi.red 2012 (http://www.saafiasaffanah.com/2012/09/geophysics-survey.html)

FIELD TRIP TO PAMIJAHAN 9th SEPTEMBER EARTHQUAKE EPICENTER

On Friday, September 14th 2012, my team Geophysicists and i go to have a field trip and survey in Pamijahan, Bogor; West of Java. As we know, our trip is related to the recent Earthquake, 9th September 2012.

We get there by using Bus and stay there for 2 nights  in our Lecturer's villa in Ciampea Udik. Here i post some pictures and photo when we have this trip and survey.
Enjoy this, readers !






















 
 
alex.red 2012

Sabtu, 28 Juli 2012

AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA PROFILE



Kamis, 05 Juli 2012

Today

Today, 7 July 2012, our geophysics classes, 5th semester, has found the answers that are we waited for two years ago.

In BMKG's site, we found a file that makes our hearts dag dig dug.

And after we download it, immediately we open it and inside that document written that

D1 Geophysics -- 47 persons.


Ya Alloh, I hope our current appointment and we can work to all corners of Indonesia as well.

Whenever maybe i have many mistake, but the most important of that mistake, each of us try to fix it because there is noone perfect in the world.

I hope that all of us have a best placement. Amien :)

Sabtu, 26 Mei 2012

RICHTER 45 : WE'RE DESTINED, NOT BE FORCED TO BE

Sounds of rain beating against window. It’s cold by now, and I need someone to warm me; even hug me. Nothing special have happened by myself in my three last days. Just feel little bit bad ; not so bad. Felt like something strange with all matters that i’ve faced. As i had to study again , Go campuss again , had some sporty activities as futsal, soccer, and others old stories about cadet’s list to do ( Flag ceremony; brasso, woke up earlier in every morning, etc.). That’s all didn’t make me frustrated or even fainted ; they just like a lil’ killer. They killed my spare time,time to do all what I used to do when I was still in home, enjoyed my life in every breath I took. That’s a periode from mid November 2011 till March 2012. Lazy periode with the damned decision as a curse for me and some of my friends.




Now , everything is changed. Step by step , they-decision maker- start to pay attention for our fortune. Slowly , the wheels of fortune start to spin; as our predestination , destined to be advanced geophysicist. Our suffering and pathos will be end ; and one good news we heard, near July ahead, there will be our turn to be choosen. Means, the Delayed grade 45th of geophysic will be appointed. But that news is only an issue; so we’re still expecting as praying to get the best for us. It’s not only about Hope and dreams ; it’s about Determination and Predestination. Because we trust, we are Destined to be geophysicist, not born to wanna be geophysicist. 45th GEOPHYSIC!!

We’re Destined, not be forced to be! So keep on studying, increase our knowledge to prove that we DESERVED !
by : http://alexanderparera.blogspot.com/

KORELASI MAGNITUDO

KORELASI MAGNITUDO

KORELASI berarti mencari relasi atau Hubungan antara 2 hal ; semisal yang sering dikorelasikan adalah anatara magnitudo dengan intensitas atau magnitudo dengan energi gempa bumi.


gambar 1. ) korelasi antara Magnitudo dengan Rilisan Energi Gempa Bumi


Atau ada juga korelasi antara Fatalitas(eq Fatalities) gempa dengan magnitude. Namun yang lebih dipahami tentang Korelasi Magnitude adalah mencari hubungan antara Magnitude yang telah kita ketahui. Misal Korelasi antar Ms (magnitudo surface) dengan Mb (Magnitudo Body) ; dsb.

Berikut merupakan contoh korelasi antara besaran Magnitudo dengan energi yang dirilis tersebut. Korelasi ini didapat dari persamaan logE = 4.8 + 1.5M ; yang ditemukan oleh Richter dan rekannya , benno Gutenberg .E merupakan Energi , dalam artian Energi dari Seismic Wave (dalam Joule).



Sebagai bahan referensi bagi pembaca sekalian, saya menyarankan untuk membaca tulisan berikut : EARTHQUAKE MAGNITUDO Alexander parera

LEBIH LENGKAP KUNJUNGI BLOG http://alexanderparera.blogspot.com/2012/05/korelasi-magnitudo.html

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Review